Pasar keuangan global kembali diguncang oleh ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dan China yang semakin memanas pada pertengahan Oktober 2025. Kondisi ini membuat pergerakan harga emas dunia atau gold (XAU/USD) terus melambung hingga menembus rekor tertinggi sepanjang masa di level US$4.193,58 per troy ons pada perdagangan Rabu (15/10/2025) siang. Kenaikan tersebut terjadi hanya sehari setelah penutupan perdagangan sebelumnya, yang mencatat lonjakan lebih dari US$53 atau setara 530 pip.
Ketegangan AS-China Kian Memanas
Akar dari kenaikan tajam harga emas ini tidak terlepas dari meningkatnya ketegangan politik dan ekonomi antara dua raksasa dunia, Amerika Serikat dan China. Presiden AS, Donald Trump, pada Selasa kemarin secara resmi mengumumkan kebijakan embargo impor minyak goreng dari China, yang disusul dengan kenaikan tarif impor sebesar 100% terhadap seluruh produk asal Tiongkok, efektif mulai 1 November 2025.
Pemerintah China pun tidak tinggal diam. Negeri Tirai Bambu tersebut dengan tegas menyatakan akan memberikan tindakan balasan apabila kebijakan tarif tinggi itu benar-benar diberlakukan. Pernyataan keras dari kedua belah pihak membuat investor global kembali waswas terhadap prospek pertumbuhan ekonomi dunia yang berpotensi melambat akibat perang dagang berkepanjangan.
Emas Jadi Tempat Pelarian (Safe Haven)
Kondisi ketidakpastian seperti ini mendorong para investor untuk mengalihkan aset mereka dari instrumen berisiko ke aset yang dianggap aman, seperti emas. Dalam dunia investasi, emas dikenal sebagai safe haven asset, yaitu aset yang nilainya cenderung stabil atau bahkan meningkat saat terjadi gejolak ekonomi dan politik. Karena itu, tidak mengherankan jika harga emas terus menanjak di tengah meningkatnya kekhawatiran perang dagang antara AS dan China.
Para analis memperkirakan bahwa tren kenaikan harga emas ini masih akan berlanjut, terlebih jika kedua negara gagal mencapai kesepakatan dagang baru dalam waktu dekat. Selain faktor geopolitik, investor juga menunggu data ekonomi penting dari kawasan Eropa yang berpotensi menambah volatilitas pasar global.
Menurut Trading Central, data produksi industri zona euro bulan Agustus diperkirakan turun sebesar -2,2%, jauh di bawah capaian sebelumnya yang masih tumbuh 0,3%. Angka tersebut memperkuat pandangan bahwa ekonomi Eropa juga mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan.
OIL: Harga Minyak Tertekan Risiko Perlambatan Global
Sementara itu, komoditas minyak mentah (Oil/CLS10) justru mengalami tekanan tajam. Pada perdagangan Selasa kemarin, harga minyak anjlok ke level terendah sejak 6 Mei sebelum akhirnya ditutup di kisaran US$58,58 per barel.
Penurunan harga minyak ini terjadi karena kekhawatiran investor terhadap potensi perlambatan ekonomi global. Jika perang dagang AS-China terus berlanjut, permintaan terhadap minyak dunia bisa menurun drastis, mengingat aktivitas industri dan transportasi cenderung melemah dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil.
EURUSD: Dolar AS Melemah, Euro Mencoba Bangkit
Untuk pasangan mata uang utama, EUR/USD menguat sebesar 37,3 pip atau 373 poin ke posisi 1,16051 pada perdagangan Selasa. Penguatan Euro ini terjadi setelah dolar AS mendapat tekanan akibat pernyataan Gubernur The Fed, Jerome Powell, yang mengisyaratkan penghentian program quantitative tightening (QT) — kebijakan penjualan obligasi untuk menyerap likuiditas pasar.
Langkah The Fed tersebut dianggap sebagai sinyal bahwa bank sentral AS mungkin akan memulai siklus penurunan suku bunga lebih cepat, guna mencegah perlambatan ekonomi. Namun, investor tetap waspada terhadap rilis data produksi industri zona euro yang bisa memberikan tekanan balik pada Euro jika hasilnya di bawah ekspektasi.
GBPUSD: Poundsterling Tertekan Data Pengangguran
Mata uang Inggris, Poundsterling (GBP/USD), sempat merosot ke 1,32483, level terendah sejak 1 Agustus, setelah data menunjukkan kenaikan tingkat pengangguran di Inggris. Namun, pelemahan dolar AS membuat Pound kembali menguat dan menutup perdagangan Selasa di 1,33141.
Dengan tidak adanya rilis data ekonomi penting dari Inggris dalam waktu dekat, pergerakan GBP/USD pada perdagangan hari ini masih akan sangat dipengaruhi oleh kondisi dolar AS. Selama dolar masih berada di bawah tekanan, pasangan ini berpotensi mendapat sentimen positif lanjutan.
USDJPY: Yen Menguat, Dolar Kembali Tertekan
Pasangan USD/JPY turun 49,3 pip ke 151,732 setelah sempat menanjak ke 152,610. Penurunan tajam ini terjadi karena pasar menilai pernyataan Powell sebagai sinyal bahwa The Fed akan lebih longgar dalam kebijakan moneternya.
Jika program QT benar-benar dihentikan, artinya The Fed tidak lagi menyerap likuiditas dari pasar, yang membuka peluang bagi penurunan suku bunga lebih agresif. Hal ini membuat dolar AS kehilangan momentum penguatannya, sementara yen Jepang kembali diminati sebagai aset aman.
NASDAQ: Volatilitas Tinggi di Tengah Ketidakpastian
Indeks Nasdaq juga sempat mengalami tekanan besar, jatuh ke level 24.424 sebelum akhirnya berhasil memangkas penurunan dan ditutup di 24.745 pada perdagangan Selasa. Rebound ini terjadi berkat respons positif investor terhadap pernyataan Powell yang dinilai mendukung pelonggaran kebijakan moneter.
Meski demikian, risiko perang dagang AS-China tetap menjadi faktor utama yang membayangi pasar saham global. Dengan ketidakpastian yang masih tinggi, indeks teknologi ini diperkirakan akan bergerak dengan volatilitas tajam dalam beberapa hari ke depan.
Kesimpulan: Ketegangan Global Menjadi Pendorong Utama
Secara keseluruhan, lonjakan harga emas hingga menembus level US$4.193 per troy ons mencerminkan meningkatnya kekhawatiran pelaku pasar terhadap stabilitas ekonomi global. Ketegangan antara AS dan China, pelemahan data ekonomi Eropa, hingga spekulasi pelonggaran kebijakan moneter AS menjadi kombinasi sempurna yang mendorong investor mencari perlindungan di aset aman.
Jika situasi politik dan ekonomi global tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan, tren bullish gold ini kemungkinan besar masih akan berlanjut dalam beberapa pekan mendatang.







Komentar
Posting Komentar